Hujan. Entah kenapa yang saya ingat cerita saya dulu. Saya tidak punya foto wisuda. Bukti saya sudah selesai diwisuda hanyalah foto-foto hasil jepretan teman-teman saya. Di hari wisuda, saya sedang merayakan keberhasilan lolos dari salah satu institusi yang konon dikenal tangguh seantero negeri. Setidaknya itu kata orang, tapi saya hari itu biasa saja. Saya tak peduli saya lulus dari mana, saya sedih akan berpisah dengan sahabat-sahabat saya. Saya tidak lulus dengan predikat cum laude, tapi saya didaulat menjadi yang terbaik dari sebagian besar teman seangkatan saya untuk tugas akhir saya. Itu kebahagiaan kecil yang saya sisipkan di hari itu (ngg, sampai hari ini saya masih seneng sih, akhirnya ada juga yang bisa dibanggain dari kuliah jungkir balik ini).
Kemarin saya cerita tentang tugas akhir saya di depan para orang tua di acara jurusan. Pilihan-pilihan kata ceritanya sudah saya susun sederhana. Saya sudah buang jauh-jauh istilah arsitektural itu, itu bahasa planet lain. Haha. Saya sedang gembira! Sekaligus tidak bergembira, rasanya hati saya berantakan. Tapi, saya berusaha menatanya sebaik mungkin. Tampil dengan kebaya dan kain ibu, lengkap dengan sanggul dan riasan. Satu yang saya lupa, hari itu saya tak punya senyuman. Saya terlalu kelabu hari itu meski saya sudah camkan baik-baik di kepala saya nasihat teman saya: "saya hanya wisuda sarjana sekali, dan jadikan hari ini hari yang membahagiakan untuk diingat". Pagi itu saya sudah bersiap sejak jam 3 pagi. Saya duduk manis dan siap disulap menjadi gadis cantik! Spesial untuk hari ini. Melelahkan, meski hasilnya tak terlalu sepadan. Tak masalah. Saya sudah bilang ke ayah ibu, saya ingin berfoto studio untuk wisuda saya. Saya ingin difoto di kampus saya oleh teman-teman klub fotografi saya, di hari wisuda saya. Tapi sepertinya pagi itu, ayah ibu sedang sibuk sendiri. Ya sudahlah. Pagi itu saya tidak memaksakan apa mau saya. Pagi itu aku, ayah, dan ibu sudah cukup siang untuk bisa masuk ke dalam sabuga. Sekarang sepertinya mata saya berkaca-kaca mengingat ini. Saya bersedih? Tidak juga. Saya biasa saja? Tidak juga. Saya tidak tahu emosi apa ini. Tapi saya tidak apa tak bisa punya foto wisuda. Saya baik-baik saja. Hasil jepretan teman-teman saya banyak yang keren. Salah satunya dikomentari beberapa teman sejurusan, bagus hasilnya. :P
*sayang di hari saya mem-post ini seharian sama sekali tidak hujan.
Kemarin saya cerita tentang tugas akhir saya di depan para orang tua di acara jurusan. Pilihan-pilihan kata ceritanya sudah saya susun sederhana. Saya sudah buang jauh-jauh istilah arsitektural itu, itu bahasa planet lain. Haha. Saya sedang gembira! Sekaligus tidak bergembira, rasanya hati saya berantakan. Tapi, saya berusaha menatanya sebaik mungkin. Tampil dengan kebaya dan kain ibu, lengkap dengan sanggul dan riasan. Satu yang saya lupa, hari itu saya tak punya senyuman. Saya terlalu kelabu hari itu meski saya sudah camkan baik-baik di kepala saya nasihat teman saya: "saya hanya wisuda sarjana sekali, dan jadikan hari ini hari yang membahagiakan untuk diingat". Pagi itu saya sudah bersiap sejak jam 3 pagi. Saya duduk manis dan siap disulap menjadi gadis cantik! Spesial untuk hari ini. Melelahkan, meski hasilnya tak terlalu sepadan. Tak masalah. Saya sudah bilang ke ayah ibu, saya ingin berfoto studio untuk wisuda saya. Saya ingin difoto di kampus saya oleh teman-teman klub fotografi saya, di hari wisuda saya. Tapi sepertinya pagi itu, ayah ibu sedang sibuk sendiri. Ya sudahlah. Pagi itu saya tidak memaksakan apa mau saya. Pagi itu aku, ayah, dan ibu sudah cukup siang untuk bisa masuk ke dalam sabuga. Sekarang sepertinya mata saya berkaca-kaca mengingat ini. Saya bersedih? Tidak juga. Saya biasa saja? Tidak juga. Saya tidak tahu emosi apa ini. Tapi saya tidak apa tak bisa punya foto wisuda. Saya baik-baik saja. Hasil jepretan teman-teman saya banyak yang keren. Salah satunya dikomentari beberapa teman sejurusan, bagus hasilnya. :P
*sayang di hari saya mem-post ini seharian sama sekali tidak hujan.
Komentar
Posting Komentar