Langsung ke konten utama

"Surga itu nggak penting.."



http://www.kompasiana.com/robbigandamana/surga-itu-nggak-penting-think-different-ala-cak-nun_5596443a337a611d0d375d92
*nanti dicari deh sumber aslinya biar sreg

This had been bugging my mind lately. I lose my desire of a promised heaven and I kept on wondering if I'm still sane enough to think this way. 

Tapi, ternyata gak butuh waktu lama saya 'ditunjuki' artikel ini. Setidaknya saya tidak merasa saya segila itu lagi atau kayak sok suci aja masa' iya gak mau yang enak. Dasarnya ya cuma gara-gara saya tidak mau melakukan sesuatu karena murni rasa takut/imbalan. I just lose my interest in it, kayak dangkal aja. Bahkan saya pun bertanya-tanya, apa sih 'ridho' Allah itu. Apa sih ridho itu? Awas lho nanti kena musibah, atau ih dosa iih.. Okelah, kalo dosa masih lah ada. Atau, masa' melakukan ini itu supaya dapat pahala. Yaa kadang saya berbuat sesuatu karena saya kepingin aja, supaya orang lain terbantu, dan gak ngarep apaa gitu buat saya sendiri. Kadang, ya, hehe. Kalo lagi em ya didiemin aja haha. Ibadah pun bukan karena urusan transaksi, tapi karena bisa bersyukur dengan betapa besar Kasih Sayang Allah SWT. Oiya, dan saya ingin anak saya bisa mengerti konsep ini nantinya, aamiin.

Anyway, emangnya transaksi jual beli sama Tuhan, hehe. I want to be able to act and react, because that it's the 'right' thing for me to do. Hal yang: saya ikhlas kok, ahuaha. Hal ini gak bisa diukur pake angka, tapi pake rasa (yang sering disepelekan sebagian orang. Kalo kata maya dulu, manusia yang lengkap itu punya qalbu, yang yaitu adalah akal+rasa)

Tanpa maksud sombong dan sotoy, selalu ada saja surga kecil buat saya di dunia. Alhamdulillah, di saat-saat tertentu saya bisa merasa damai, aman, tenang, tentram, tanpa merasa kekurangan apapun. Tentunya alhamdulillah juga, saya bersyukur dengan apa yang di depan mata, hehe. 

Intermezzo: pas bayar fidyah, saya ditanya mau titip doa apa. Apa dong? Ya bingung. Yang saya kepikiran sih, "semoga selalu dilapangkan hati untuk selalu ikhlas, bisa selalu bersyukur, dan selalu diberi kekuatan untuk menjadi lebih baik" (lupa sih persisnya).

Meski ngalir ngidul, saya amaze aja Allah selalu punya cara menjawab pertanyaan di hati. Emejing. Mudah-mudahan selalu ada jalan menjadi lebih baik.


PS: ikhlas itu bukan pasrah. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

It's been like 2 years?

I just finished skimming my post up to end 2012. Before getting married, and after marriage life up to last post before this. I didn't realized my post before marriage are mostly stories about a girl who tried so hard to get out of her miserable life with dark clouds inside her head facing her series of unfortunate events (I intended this blog to chute out those unnecessary garbage). After the wedding, honeymoon phase. Mmm, it was that fun, though. But, since I know this blog has other reader I tried to cover my bad stories. Wasn't like how I intended this blog to. After baby and few jobs, well, my life is actually getting better but still focus on my miserable life! (and list of hopes too) Last one, I wrote so many "haha" after a sentence that I think awkward, which now I find it annoying. Ha! (not haha)  I thought I was a positive person. But, it seems just to cover things up.  Even "let's giggle" this blog tagline is a survival, convincing my life

grown up

Maybe someday, you will learn, you will understand, you will accept everything, and eventually you will grown up. But never in my time, never in my space and time dimension. Maybe you'll always be a kid for me. dan saya dulu terus-menerus menilai anda terlalu tinggi.

sad part of a happy thought

Ada sisi yang bisa membuat saya merasa sedih dari hal yang menyenangkan. Kangen dengan seseorang itu membahagiakan, sesuatu yang patut disyukuri. Kadang, saya bilang "pengen bareng", atau "pengen ada di sana", atau semacamnya. Tapi, lama-lama saya malah jadi sedih karena saya tahu saya gak bisa melakukannya. Saya (jauh) lebih banyak mengucapkannya ketimbang melakukannya. Beberapa kali saya urung mengatakannya. Jadi, saya simpan dalam hati saja. Rasanya omong doang. Dalam setahun saja, mungkin saya 'hanya' 5 kali bertemu dengannya. Pertemuan 1-2 hari menjadi sangat berharga. Hal ini sedikit membuat gusar, kadang. Tapi, harus bagaimana? Harusnya saya bisa lebih ikhlas untuk lebih banyak hal ya? Sent from my BlackBerry® powered by Sinyal Kuat INDOSAT