Langsung ke konten utama

giving chances

Kadang kalau kita sudah terlalu muak kepada orang lain, akan lebih mudah untuk bersikap tidak peduli dan jalani saja hidup masing-masing. Hal itu akan sangat mudah sekali, atau paling jahat "nggak dianggep temen". Dengan bersikap tidak peduli sepertinya akan lebih mudah. Tidak perlu ngomongin lagi orang itu, karena memang sudah begitu adanya. Sehingga tidak perlu lagi berharap banyak.

Tapi, bagaimana kalau orang tersebut orang yang sangat dekat dengan kita? Bersikap tidak peduli sepertinya malah memperburuk keadaan. Hal itu, saya tahu bukan hal yang menyenangkan dan keadaan serba salah. Orang itu adalah orang yang sudah berjuang hampir mati demi saya, tapi orang itu juga orang yang seringkali membuat saya luar biasa jengkel dengan sikapnya sampai-sampai saya frustasi. Akan mudah kalau orang itu orang lain. Cuek, masalah selesai.

Saya sering bertanya-tanya pada Tuhan, saya mengerti kenapa Tuhan mengangkat menempatkan orang-orang seperti dia begitu tinggi. Dia adalah 3 nama yang disebut ketika Rasul ditanya kepada siapa perhormatan tertinggi harus diberikan di dunia. Saya mengakui sih, berjuang hampir mati itu bukan perkara sepele. Saya makin paham setelah mendengar cerita teman saya yang sudah pernah melewati masa itu. Luat biasa, tapi grrr. Lucunya, dalam keseharian dia paling ahli membuat orang kesal. Hal ini membuat saya merasa sedih, karena dia orang yang dekat dengan saya. Tapi, di satu sisi nilai-nilai mengajarkan seharusnya dia bisa lebih dari itu. Saya sudah sampai di titik paling pasrah. Menerima kenyataan bahwa buat saya pribadi, dia memamg seperti itu dan sepeetinya lebih baik kalau saya mengurangi irisan kehidupan saya, which is impossible. Tuhan, mauMu apa?

Saya tidak tahu saya kesamber apa. Tapi, kata-kata ini saya dapat dari drama radio "terus membuka kesempatan", tanpa henti. Cerita itu juga tidak jauh-jauh tentang orang-orang yang dekat dengan kita. Mau saya kesal sampai ubun-ubun, toh dari dulu saya sudah menerima kalau dia orangnya seperti itu. Tapi, mungkin keikhlasan itu urusan lain. Mungkin kita bukan dua manusia yang cocok karakternya, dan sepertinya tidak ada yang perlu disalahkan tentang itu. Toh, manusia dilahirkan berbeda-beda. Tapi, satu yang saya sadari, menyayangi itu bukan masalah hitung-hitungan tukar tambah, apalagi barter, bukan pula perkara hak dan kewajiban. Setiap manusia punya perannya masing-masing kan? Dan setiap peran punya nature-nya sendiri. Kalau memang sayang, lakukan saja hal-hal baik dan ikhlaskan saja. Tapi, tetap saja saya gak bisa boong dengan berhasil memperjuangkan saya dulu, sepertinya worth it baginya untuk mendapatkan kesempatan berkali-kali, setiap hari. Hahahaha, kontradiktif! Tapi, mungkin ini sudah jadi nature saya dengan dia yang seperti itu.

Haha. And so, i'm giving chances. Siapa tau, diam-diam ini dia sudah mencoba yang terbaik.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

It's been like 2 years?

I just finished skimming my post up to end 2012. Before getting married, and after marriage life up to last post before this. I didn't realized my post before marriage are mostly stories about a girl who tried so hard to get out of her miserable life with dark clouds inside her head facing her series of unfortunate events (I intended this blog to chute out those unnecessary garbage). After the wedding, honeymoon phase. Mmm, it was that fun, though. But, since I know this blog has other reader I tried to cover my bad stories. Wasn't like how I intended this blog to. After baby and few jobs, well, my life is actually getting better but still focus on my miserable life! (and list of hopes too) Last one, I wrote so many "haha" after a sentence that I think awkward, which now I find it annoying. Ha! (not haha)  I thought I was a positive person. But, it seems just to cover things up.  Even "let's giggle" this blog tagline is a survival, convincing my life

grown up

Maybe someday, you will learn, you will understand, you will accept everything, and eventually you will grown up. But never in my time, never in my space and time dimension. Maybe you'll always be a kid for me. dan saya dulu terus-menerus menilai anda terlalu tinggi.

sad part of a happy thought

Ada sisi yang bisa membuat saya merasa sedih dari hal yang menyenangkan. Kangen dengan seseorang itu membahagiakan, sesuatu yang patut disyukuri. Kadang, saya bilang "pengen bareng", atau "pengen ada di sana", atau semacamnya. Tapi, lama-lama saya malah jadi sedih karena saya tahu saya gak bisa melakukannya. Saya (jauh) lebih banyak mengucapkannya ketimbang melakukannya. Beberapa kali saya urung mengatakannya. Jadi, saya simpan dalam hati saja. Rasanya omong doang. Dalam setahun saja, mungkin saya 'hanya' 5 kali bertemu dengannya. Pertemuan 1-2 hari menjadi sangat berharga. Hal ini sedikit membuat gusar, kadang. Tapi, harus bagaimana? Harusnya saya bisa lebih ikhlas untuk lebih banyak hal ya? Sent from my BlackBerry® powered by Sinyal Kuat INDOSAT