Langsung ke konten utama

fasade, rumah klien, dan AC

ini cerita saya setelah selama ini mengerjakan proyek manhattan square ini. prosesnya benar-benar bolak-balik, rasanya kadang gak konsisten keputusan yang diambil. mungkin gak ada yang salah. semua berusaha belajar, mungkin terutama kliennya sendiri dengan proses yang bolak balik pula. dalam perancangan denah tipikal kantor, utilitas yang memastikan kantor tersebut dapat berfungsi adalah hal yang sangat krusial. dalam kasus yang saya alami, ini cuma cerita tentang outdoor unit AC. intinya, setiap lantai membutuhkan area untuk meletakkan outdoor unit AC. terserah mau di setiap lantai atau di atap. kalau diletakkan di setiap lantai, maka ada sisi tampak yang didominasi oleh grill yang menutupi outdoor unit ini. kalau diletakkan di atap, maka tampak bebas dieksplorasi, tanpa harus ada "keharusan" outdoor unit. dari sisi operasional, lebih mudah yang diletakkan di setiap bangunan. dari sisi estetika, jelek dong kalo ada outdoor unit jejer-jejer (ini bisa diakali sih), tapi jadi ada batasan dalam merancang tampaknya. dan biasanya arsitek lebih suka yang lebih bebas, termasuk saya. dan, pilihan jatuh pada outdoor unit AC di setiap lantai. tak ada pilihan yang salah. tapi, ini memperlihatkan seberapa besar concern klien antara uang (operasional) vs estetika.

apa hubungannya fasade dengan rumah klien? mungkin saya sok tahu. tapi saya tidak heran sama sekali dengan keputusan baru-baru ini bahwa outdoor unit AC diletakkan di setiap lantai. itu artinya kemudahan dari sisi operasional. sini, saya beri tahu sedikit, klien manhattan square ini seorang pedagang genset dan punya persewaan alat-alat berat (seperti forklift, mobil sendok, atau semacamnya), dimana dia menjadi sangat fasih untuk hal-hal yang berbau 'bagaimana cara mengoperasikan sesuatu dengan cara yang paling praktis'. itu hal pertama. hal kedua, rumahnya. rumahnya memang besar, mengingat uangnya yang pasti banyak, jumlah pembantu yang lebih banyak daripada penghuni rumahnya, entah berapa jumlah mobil yang dia punya, kolam renang selalu rutin dibersihkan padahal sangat jarang dipakai. ini tentang bagaimana mengatur, memadu padankan benda-benda yang dia punya. cara dia memilih sofa satu dengan kursi ruang makan, pilihan motif penutup lantainya, pilihan kitchen set, pilihan hiasan imleknya, dan sebagainya terlalu biasa mengingat uang yang dia punya dia bisa memilih yang lebih baik. kurang berkelas? ah, itu selera saya saja. yaa, tapi money can't buy style.

;)

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

It's been like 2 years?

I just finished skimming my post up to end 2012. Before getting married, and after marriage life up to last post before this. I didn't realized my post before marriage are mostly stories about a girl who tried so hard to get out of her miserable life with dark clouds inside her head facing her series of unfortunate events (I intended this blog to chute out those unnecessary garbage). After the wedding, honeymoon phase. Mmm, it was that fun, though. But, since I know this blog has other reader I tried to cover my bad stories. Wasn't like how I intended this blog to. After baby and few jobs, well, my life is actually getting better but still focus on my miserable life! (and list of hopes too) Last one, I wrote so many "haha" after a sentence that I think awkward, which now I find it annoying. Ha! (not haha)  I thought I was a positive person. But, it seems just to cover things up.  Even "let's giggle" this blog tagline is a survival, convincing my life

grown up

Maybe someday, you will learn, you will understand, you will accept everything, and eventually you will grown up. But never in my time, never in my space and time dimension. Maybe you'll always be a kid for me. dan saya dulu terus-menerus menilai anda terlalu tinggi.

sad part of a happy thought

Ada sisi yang bisa membuat saya merasa sedih dari hal yang menyenangkan. Kangen dengan seseorang itu membahagiakan, sesuatu yang patut disyukuri. Kadang, saya bilang "pengen bareng", atau "pengen ada di sana", atau semacamnya. Tapi, lama-lama saya malah jadi sedih karena saya tahu saya gak bisa melakukannya. Saya (jauh) lebih banyak mengucapkannya ketimbang melakukannya. Beberapa kali saya urung mengatakannya. Jadi, saya simpan dalam hati saja. Rasanya omong doang. Dalam setahun saja, mungkin saya 'hanya' 5 kali bertemu dengannya. Pertemuan 1-2 hari menjadi sangat berharga. Hal ini sedikit membuat gusar, kadang. Tapi, harus bagaimana? Harusnya saya bisa lebih ikhlas untuk lebih banyak hal ya? Sent from my BlackBerry® powered by Sinyal Kuat INDOSAT